Facebook sebagai sarana social networking membuka wacana baru tentang makna hubungan sosial. Berikut adalah catatan-catatan pribadi saya selama 14 bulan terakhir menjelajah dunia facebook.
Dari sisi perilaku pengguna, tampak bahwa facebook memberi kesempatan pengguna untuk menampilkan insecurity yang terpendam.
Ada yang secara autentik menjadikan facebook sebagai perpanjangan diri (terlepas dari apakah konsep diri ini sehat ataupun tidak).
Ada juga yang memanfaatkan facebook sebagai sarana memperoleh popularitas dan pencitraan publik. Beberapa politikus sudah masuk ke facebook. Suka atau tidak suka, sebagai medium memang facebookmemungkinkan ini.
Satu hal yang menarik adalah berubahnya konsep "jarak sosial" yang kita kenal selama ini. Konsep ruang pribadi menjadi nisbi. Untuk generasi saya, yang mayoritas saat lahir belum kenal komputer dan baru belajar komputer saat beranjak akil baligh atau lebih dewasa lagi, hal ini bisa betul-betul menggentarkan. Dahulu konsep akan orang asing, kenalan dan sahabat adalah konsep yang gamblang.
Di facebook, konsep ini menjadi hilang relevansinya. Jika tidak secara khusus kita atur privacy set-up di facebook (dan menurut pendapat saya set-up privacy ini masih sangat primitif dan masih jauh dari mendekatistruktur sosial manusia yang telah terbangun ribuan tahun), makasecara otomatis setiap orang yang terhubung dengan kita bisamengetahui gerak-gerik kegiatan kita dan bisa sok kenal, sok dekat.
Ada kawan yang mengaku bahwa sebagai "facebook addict" setiap beberapa menit sekali melalui smartphone nya dia memerika status facebook friends yang memang ter-update secara otomatis.
Jika kita layangkan ingatan sepuluh hingga lima belas tahun lalu, di dunia korporasi sudah ada "pemaksaan perilaku" melalui aplikasi-aplikasi yang disebut "enterprise resource planning" semisal SAP, BAAN, JD Edwards, Oracle, PeopleSoft dan sebagainya. Menawarkan "best practice" dan optimasi sumber daya serta peningkatan produktivitas, aplikasi-aplikasi ini sebetulnya memaksakan logika perangkat lunak mereka kepada perusahaan pengguna. Logika usaha, proses-proses usaha diminta untuk sedapat mungkin mengikut gaya "plain vanilla" implementasi mereka. Yang lazim terjadi setelah implementasi aplikasi korporat adalah perlunya "social engineering" dimana perilaku organisasi menjadi perlu diselaraskan secara terpaksa dengan perilaku perangkat lunak ini.
Dengan proliferasi facebook melalui web ke seluruh dunia, kita menghadapi kenyataan baru. Setiap manusia, dimanapun ia, pada generasi yang melek internet saat ini, yang memilih untuk masuk menjadi anggota komunitas facebook, dipaksa perilakunya untuk tunduk pada logika perilaku aplikasi facebook. Semua orang secara otomatis tampak seolah mendapat angin, pancingan sosial untuk menjadi asertif. Dengan adanya kotak status "what are you doing at the moment?" pengguna dipancing untuk mengisinya dengan apa yang dilakukannya yang paling mutakhir. Pula hadirnya berbagai fitur yang terkesan narsistik dan ekshibisionis.
Pengalaman pribadi saya, pada bulan pertama menggunakan facebook adalah belajar untuk mengkonfigurasi facebook untuk bisa menirukan perilaku sosial saya di dunia nyata. Saya lakukan ini, karena bagi saya dunia sosial saya sudah terbentuk dari dunia nyata, sehingga social networking di dunia maya perlulah disesuaikan dengan kenyataan keseharian yang saya hadapi.
Reaksi seorang anak SD atau ABG tentunya akan berbeda. Dengan konsep interaksi sosial yang belum lengkap, tentunya akan jauh lebih mudah bagi mereka untuk menyerap habis logika temali sosial yang disediakan facebook. Ada kemungkinan besar pemahaman mereka akan jejaring sosial di dunia nyata justru akan dibentuk oleh logika facebook.
Saya kira dalam beberapa waktu ke depan akan lebih banyak psikoanalis, social analysts, yang akan berminat meneliti hal ini, atau malah mungkin akan dipekerjakan oleh facebook, atas dasar kebutuhan personal maupun sosial - karena pada akhirnya facebook menyentuh pondasi paling mendasar dari cara kita memaknai dunia - kewarasan yang kita konstruksi tentang dunia sekitar kita, harga diri, serta citra diri kita masing-masing.
Dari sisi yang lebih ringan, facebook juga menjadi sarana untuk menghabiskan waktu. Beberapa game yang ada di facebook bersifat adiktif - waktu berjalan begitu cepat saat saya "sibuk" - tepatnya sibuk bermain!
Resolusi di awal tahun baru saya kemarin adalah "less facebook, more real life." yang saya maksud adalah mendedikasikan waktu saya untuk kerja bermakna. Saya tidak katakan "no facebook" dengan kesadaran ternyata sulit lepas dari facebook. Sama halnya dengan mengatakan "no email, no sms, no cellphone" rasanya perlu upaya yang tidak sederhana untuk menanggalkan itu semua.
Dari sisi lain, saya memang merasa berhasil mengurangi volume transaksi percakapan dengan telepon genggam, volume mengirim dan menerima sms, serta volume berkirim dan terima email. Ternyata efisiensi di tiga lini ini diseimbangkan dengan terpikatnya saya dengan facebook - sehingga efek netto nya tidak bertambah produktif :)
Beberapa kawan yang menganut teori konspirasi berpaham lain. "Ini profiling" kata mereka. Bayangkan bahwa administratur facebook bisa punya keleluasaan tak hanya tahu profil pribadi kita, namun juga jejaring sosial yang kita miliki hingga perilaku yang tampak pada foto-foto yang terpampang dengan megahnya. "Kalau sudah profiling, tak bisa dicegah penggunaannya untuk keperluan apapun - pemasaran, maupun spionase" demikian lanjut sang kawan yang khawatir namun tetap saja ketagihan facebook.
Saya tidak tahu apa business model facebook ke depan. Dari sisi kebutuhan kemanusiaan, jika memang arah "social networking" ini diarahkan menembus sekadar kebutuhan kapitalistik dan kewirausahaan, akan diperlukan kepemimpinan yang visioner di jajaran manajemen
facebook untuk menggagas facebook bukan sekadar sebagai "social network" namun juga sebagai potensi sarana pemberdayaan untuk memungkinkan yang terbaik yang dapat ditawarkan untuk kemanusiaan. Facebook berpotensi untuk mengubah cara kita berelasi satu sama lain dalam skala global. Facebook berpotensi untuk menjadi penawar racun berbagai permasalahan sosial yang telah dan sedang terjadi di sekitar kita, khususnya masalah keterasingan dan kehilangan makna pribadiditengah ramainya massa dunia. Facebook berpotensi membantu sesamamanusia untuk memanusiakan manusia.
Denny Turner
(Anggota Yayasan Lazuardi)
Dari sisi perilaku pengguna, tampak bahwa facebook memberi kesempatan pengguna untuk menampilkan insecurity yang terpendam.
Ada yang secara autentik menjadikan facebook sebagai perpanjangan diri (terlepas dari apakah konsep diri ini sehat ataupun tidak).
Ada juga yang memanfaatkan facebook sebagai sarana memperoleh popularitas dan pencitraan publik. Beberapa politikus sudah masuk ke facebook. Suka atau tidak suka, sebagai medium memang facebookmemungkinkan ini.
Satu hal yang menarik adalah berubahnya konsep "jarak sosial" yang kita kenal selama ini. Konsep ruang pribadi menjadi nisbi. Untuk generasi saya, yang mayoritas saat lahir belum kenal komputer dan baru belajar komputer saat beranjak akil baligh atau lebih dewasa lagi, hal ini bisa betul-betul menggentarkan. Dahulu konsep akan orang asing, kenalan dan sahabat adalah konsep yang gamblang.
Di facebook, konsep ini menjadi hilang relevansinya. Jika tidak secara khusus kita atur privacy set-up di facebook (dan menurut pendapat saya set-up privacy ini masih sangat primitif dan masih jauh dari mendekatistruktur sosial manusia yang telah terbangun ribuan tahun), makasecara otomatis setiap orang yang terhubung dengan kita bisamengetahui gerak-gerik kegiatan kita dan bisa sok kenal, sok dekat.
Ada kawan yang mengaku bahwa sebagai "facebook addict" setiap beberapa menit sekali melalui smartphone nya dia memerika status facebook friends yang memang ter-update secara otomatis.
Jika kita layangkan ingatan sepuluh hingga lima belas tahun lalu, di dunia korporasi sudah ada "pemaksaan perilaku" melalui aplikasi-aplikasi yang disebut "enterprise resource planning" semisal SAP, BAAN, JD Edwards, Oracle, PeopleSoft dan sebagainya. Menawarkan "best practice" dan optimasi sumber daya serta peningkatan produktivitas, aplikasi-aplikasi ini sebetulnya memaksakan logika perangkat lunak mereka kepada perusahaan pengguna. Logika usaha, proses-proses usaha diminta untuk sedapat mungkin mengikut gaya "plain vanilla" implementasi mereka. Yang lazim terjadi setelah implementasi aplikasi korporat adalah perlunya "social engineering" dimana perilaku organisasi menjadi perlu diselaraskan secara terpaksa dengan perilaku perangkat lunak ini.
Dengan proliferasi facebook melalui web ke seluruh dunia, kita menghadapi kenyataan baru. Setiap manusia, dimanapun ia, pada generasi yang melek internet saat ini, yang memilih untuk masuk menjadi anggota komunitas facebook, dipaksa perilakunya untuk tunduk pada logika perilaku aplikasi facebook. Semua orang secara otomatis tampak seolah mendapat angin, pancingan sosial untuk menjadi asertif. Dengan adanya kotak status "what are you doing at the moment?" pengguna dipancing untuk mengisinya dengan apa yang dilakukannya yang paling mutakhir. Pula hadirnya berbagai fitur yang terkesan narsistik dan ekshibisionis.
Pengalaman pribadi saya, pada bulan pertama menggunakan facebook adalah belajar untuk mengkonfigurasi facebook untuk bisa menirukan perilaku sosial saya di dunia nyata. Saya lakukan ini, karena bagi saya dunia sosial saya sudah terbentuk dari dunia nyata, sehingga social networking di dunia maya perlulah disesuaikan dengan kenyataan keseharian yang saya hadapi.
Reaksi seorang anak SD atau ABG tentunya akan berbeda. Dengan konsep interaksi sosial yang belum lengkap, tentunya akan jauh lebih mudah bagi mereka untuk menyerap habis logika temali sosial yang disediakan facebook. Ada kemungkinan besar pemahaman mereka akan jejaring sosial di dunia nyata justru akan dibentuk oleh logika facebook.
Saya kira dalam beberapa waktu ke depan akan lebih banyak psikoanalis, social analysts, yang akan berminat meneliti hal ini, atau malah mungkin akan dipekerjakan oleh facebook, atas dasar kebutuhan personal maupun sosial - karena pada akhirnya facebook menyentuh pondasi paling mendasar dari cara kita memaknai dunia - kewarasan yang kita konstruksi tentang dunia sekitar kita, harga diri, serta citra diri kita masing-masing.
Dari sisi yang lebih ringan, facebook juga menjadi sarana untuk menghabiskan waktu. Beberapa game yang ada di facebook bersifat adiktif - waktu berjalan begitu cepat saat saya "sibuk" - tepatnya sibuk bermain!
Resolusi di awal tahun baru saya kemarin adalah "less facebook, more real life." yang saya maksud adalah mendedikasikan waktu saya untuk kerja bermakna. Saya tidak katakan "no facebook" dengan kesadaran ternyata sulit lepas dari facebook. Sama halnya dengan mengatakan "no email, no sms, no cellphone" rasanya perlu upaya yang tidak sederhana untuk menanggalkan itu semua.
Dari sisi lain, saya memang merasa berhasil mengurangi volume transaksi percakapan dengan telepon genggam, volume mengirim dan menerima sms, serta volume berkirim dan terima email. Ternyata efisiensi di tiga lini ini diseimbangkan dengan terpikatnya saya dengan facebook - sehingga efek netto nya tidak bertambah produktif :)
Beberapa kawan yang menganut teori konspirasi berpaham lain. "Ini profiling" kata mereka. Bayangkan bahwa administratur facebook bisa punya keleluasaan tak hanya tahu profil pribadi kita, namun juga jejaring sosial yang kita miliki hingga perilaku yang tampak pada foto-foto yang terpampang dengan megahnya. "Kalau sudah profiling, tak bisa dicegah penggunaannya untuk keperluan apapun - pemasaran, maupun spionase" demikian lanjut sang kawan yang khawatir namun tetap saja ketagihan facebook.
Saya tidak tahu apa business model facebook ke depan. Dari sisi kebutuhan kemanusiaan, jika memang arah "social networking" ini diarahkan menembus sekadar kebutuhan kapitalistik dan kewirausahaan, akan diperlukan kepemimpinan yang visioner di jajaran manajemen
facebook untuk menggagas facebook bukan sekadar sebagai "social network" namun juga sebagai potensi sarana pemberdayaan untuk memungkinkan yang terbaik yang dapat ditawarkan untuk kemanusiaan. Facebook berpotensi untuk mengubah cara kita berelasi satu sama lain dalam skala global. Facebook berpotensi untuk menjadi penawar racun berbagai permasalahan sosial yang telah dan sedang terjadi di sekitar kita, khususnya masalah keterasingan dan kehilangan makna pribadiditengah ramainya massa dunia. Facebook berpotensi membantu sesamamanusia untuk memanusiakan manusia.
Denny Turner
(Anggota Yayasan Lazuardi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar