Kepada Anda, pembaca, saya mengucapkan “Selamat Datang”.
Pertama, perkenankan saya untuk memperkenalkan siapa saya. Nama saya adalah David, dan nama itu cocok dengan saya. Umur saya adalah 56 tahun, dan saya adalah seorang ayah dan kakek. Pekerjaan saya adalah sebagian besar dari diri saya. Saya adalah seorang konselor full-time dalam sebuah agen konseling, dan setelah beberapa tahun bekerja sebagai konselor pribadi, saya sekarang berspesialisasi dalam terapi keluarga. Pada umumnya, pekerjaan ini mendorong dan memuaskan, namun terkadang penuh dengan stres dan dapat melelahkan.
Saya percaya akan kesamaan seksualitas, dan saya sadar saat menulis buku ini bahwa saya adalah seorang pria, dan sebagaimanapun keras saya berusaha, saya akan tetap menulis dari sudut pandang laki-laki. Mudah-mudahan Anda dapat menerima kondisi ini, karena mungkin ada hal-hal yang tidak selalu pas dalam tulisan saya.
Saya berharap Anda dapat menikmati isi buku ini dan berguna buat Anda. Karena jika Anda membaca buku ini, maka tebakan saya Anda berencana untuk belajar sebagai konselor, atau Anda berurusan dalam melatih orang lain sebagai konselor. Tujuan utama saya menulis buku ini untuk para pelajar konseling, dan ketika menulisnya saya ingat perasaan saya waktu saya mulai belajar konseling. Perasaan dan sikap saya saat itu sangat berbeda dengan perasaan dan sikap saya saat ini. Namun justru perasaan dan sikap saya saat itu yang memotivasi saya untuk maju. Saya mereka-reka apa yang Anda pikirkan ketika Anda memutuskan untuk belajar sebagai konselor. Apa motivasi Anda? Berhenti dahulu semenit untuk memikirkannya. Tanyakan diri Anda, “Mengapa saya ingin menjadi konselor?” dan jika Anda memiliki energi yang cukup, tuliskan jawaban Anda di atas kertas agar Anda dapat hubungkan nanti.
Jawaban itu, tentunya, adalah jawaban pribadi Anda, namun dapat juga jawaban Anda cocok dengan satu dari dua karakter yang memungkinkan. Dapat saja Anda menuliskan jawaban itu sebagai kebutuhan diri Anda. Mungkin saja Anda membayangkan bahwa dengan menjadi konselor Anda bisa mendapatkan status, kekuatan atau kepuasan. Mungkin Anda berpikir bahwa konseling dapat memberikan tambahan kualitas baru dan kekayaan bagi kepribadian Anda. Namun mungkin juga ketika Anda menuliskan jawaban, Anda tidak memikirkan kebutuhan Anda sama sekali. Mungkin Anda ketika itu hanya memikirkan bagaimana Anda dapat memenuhi kebutuhan orang lain. Mungkin Anda menuliskan seperti ini: “Saya ingin menjadi konselor karena saya peduli terhadap orang lain, dan saya ingin menolong mereka.” Kebanyakan dari para konselor adalah orang-orang yang peduli terhadap sesamanya, dan keinginan untuk menolong orang lain adalah bagian penting dari motivasi mereka. Namun penting pula untuk Anda untuk menyadari bahwa Andapun dapat menjadi seorang konselor dengan tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan orang lain, namun di saat yang sama, Anda dapat pula memuaskan sebagian dari kebutuhan Anda. Contohnya Anda akan mendapatkan kepuasan dari menolong orang lain. Pembahasan ini mungkin tidak Anda anggap perlu pada saat ini, namun hal ini penting karena motivasi Anda untuk menjadi konselor akan mempengaruhi fungsi profesi konselor macam manakah yang akan Anda jalani. Penting untuk Anda menyadari apa motivasi Anda dan kebutuhan pribadi yang manakah yang Anda harap penuhi. Dengan kesadaran ini Anda dapat lebih sanggup untuk menghindari ikut campurnya pemenuhan kebutuhan Anda dalam proses konseling, dan juga kesanggupan Anda dalam memenuhi kebutuhan para klien.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan para klien, seorang konselor harus memiliki pemahaman mengenai maksud dan tujuan proses konseling. Jika saya ingin menjadi konselor yang efektif, saya harus mengerti apa itu yang namanya menjadi keefektifan. Menilai keefektifan konselor biasanya dilakukan secara subyektif dan terdapat dua perspektif yang berbeda – dari klien maupun konselor. Penilaian mengenai keefektifan dari para klien mungkin berbeda dengan dari perspektif konselor. Jadi saya meminta Anda, pembaca, untuk selama beberapa menit melihat pertama harapan para klien, dan kemudia harapan seorang konselor.
Untuk memahami pandangan klien, sangat berguna untuk melihat alasan-alasan mengapa para klien mencari konselor. Bagi kebanyakan orang, bukanlah hal yang mudah untuk membuat janji dan pergi bertemu konselor. Nilai-nilai dalam masyarakat kita melihat hal tersebut sebagai tanda kelemahan seseorang dalam mengatasi dirinya sendiri sehingga harus memerlukan bantuan pihak luar. Kecenderungan ini membuat orang-orang yang dibebani tanggungjawab besar enggan untuk menemui konselor. Orang-orang ini berpikir bahwa rekan-rekan mereka akan berpikir bahwa mereka tidak sanggup dalam memenuhi tanggungjawab mereka jika mengakui telah bertemu dengan konselor. Akibatnya, orang-orang ini tidak mendapat bantuan koselor hingga kondisi emosional mereka menjadi lebih bermasalah dan kemampuan mereka untuk melaksanakan kegiatan harian menjadi rusak. Dan kemudian merekapun tak dapat menutupi kesakitan dan stres emosional mereka dari yang lainnya.
Seringkali klien bertemu dengan konselor dengan harapan yang tak masuk akal yang ia bayangkan akan didapat dari sesi konseling. Seringkali klien akan berharap bahwa konselor akan memberi saran langsung, mengatakan kepadanya hal apa yang harus dilakukan, sehingga di akhir sesi konseling ia sudah dapat memecahkan persoalannya. Kebanyakan konselor akan sependapat bahwa mereka tak akan dapat memenuhi harapan klien seperti di atas. Lebih-lebih lagi, ada banyak hal yang tidak menguntungkan buat klien jika konselor mencoba untuk memecahkan persoalan klien.
Ada beberapa hal yang membahayakan dalam memberikan saran. Pertama, manusia sangat menentang dalam menerima saran. Bahkan sejumlah konselor merasa terkejut melihat bagaimana klien menolak saran. Dalam sesi konseling yang telah berlangsung lama, metode paradoks kedang digunakan agar klien disarankan untuk melakukan yang berlawanan dari yang dikehendaki konselor! Konselor lain memberikan saran langsung, namun hal ini dapat menjadi counter-productive bahkan ketika klien mengikuti saran konselor. Jika saran yang diberikan salah, jalas bahwa konselor telah melakukan lawan dari pelayanan, dan jelas juga bahwa klien tidak akan senang terhadap itu. Di lain pihak, jika saran yang diberikan mengandung aspek positif, tetap saja ada bahaya yang terkandung dalam proses jangka panjang. Dengan kondisi seperti ini, klien tidak memecahkan persoalannya sendiri, sehingga konselor menjadi tujuan setiap kali ia hendak mengambil keputusan. Hal ini jelas tidak diinginkan. Salah satu tujuan utama konselor adalah mengajari atau mendorong klien untuk menjadi percaya diri dengan kemampuannya dalam mengambil keputusan. Untuk jangka panjang, tidaklah membantu jika klien bergantung pada saran yang diberikan konselor. Klien akan jauh lebih terbantu dan berguna jika ia menjadi percaya diri dan mampu membuat dan percaya terhadap keputusannya.
Jika saya ingin menjadi konselor yang efektif, maka saya harus mempunyai pemahaman yang jelas mengenai tujuan-tujuan konseling. Salah satunya adalah untuk membuat klien merasa lebih baik, minimal merasa nyaman, terutama dalam jangka panjang. Tujuan lain adalah untuk membantu klien untuk menjadi lebih dapat mencukupi dirinya dan terbiasa untuk menggunakan cara yang konstruktif dalam menghadapi masalah yang sedang dan akan ia hadapi, tanpa bantuan yang terus-menerus. Kepentingan klien dan konselor adalah memajukan ketahanan perubahan jangka panjang, daripada sibuk dengan pemecahan persoalan jangka pendek. Seorang konselorpun akan merasa frustrasi jika kliennya setiap kali muncul dengan permasalahan barunya. Penting bagi seorang konselor untuk merasakan kepuasan dengan melihat kliennya tumbuh menjadi lebih kuat dan mampu menghadapi masalah, senyata mungkin, tanpa bantuan luar.
Tujuan konseling lain yang diinginkan adalah membawa perubahan terhadap klien secepat mungkin. Jelas bahwa keefektifan konselor juga dilihat jika perubahan yang ia ciptakan dapat terjadi lebih cepat. Namun perlu disadari pula bahayanya dalam menciptakan perubahan fana yang tidak berkepanjangan, dan gagal dalam membangkitkan kemampuan klien dalam menghadapi persoalan di masa mendatang secara efektif.
Seperti yang telah dibahas di atas, sering terjadi ketidak serasian dalam harapan klien dan tujuan konselor. Ada beberapa cara untuk menanggulangi masalah ini. Salah satu cara, tentunya, adalah membiarkannya dan meneruskan proses konseling. Sejumlah konselor melakukan hal ini. Namun pendekatan alternatif adalah dengan melakukan diskusi secara terbuka dengan klien mengenai harapannya dan memformalisir kontrak konseling yang diterima oleh keduanya.
Ringkasnya, kebanyakan konselor tidak memberi saran, tidak memecahkan masalah dan tidak menciptakan solusi jangka p[endek yang tidak menguntungkan dalam jangka panjang. Namun mereka membantu klien memecahkan kebingungan mereka sendiri, dan dengan ini mereka menjadi mampu untuk menemukan solusi yang cocok untuk masalah mereka. Kadang kala, konselor melihat solusi ini bukan pemecahan yang terbaik bagi kliennya. Namun penting bagi klien untuk membuat keputusan yang ia anggap terbaik untuk dirinya. Ia kemudian dapat menguji keputusannya dan belajar dari pengalamannya, daripada harus terus bergantung pada kearifan konselornya.
Ada bermacam gaya konseling yang kebanyakan konselor gunakan sebagai pendekatan pilah-pilih (eclectic), mengambil pemahaman dari sejumlah pemikiran. Buku ini awali dengan menggunakan, sebagai dasar, gaya konseling tanpa petunjuk (non-directive) yang berasal dari Carl Rogers, dan berakar dari dasar tersebut, muncul ide-ide konseling dinamis lainnya dari bermacam terapi, diantaranya Terapi Gestalt, Terapi Retional Emotive, dan Neuro-linguistic Programming.
Gaya konseling yang pada akhirnya Anda pakai adalah gaya yang paling cocok dengan kepribadian Anda. Apa gaya itu tidak berarti banyak, karena penelitian menemukan bahwa kunci dari membantu klien adalah hubungan klien-konselor. Hal yang penting adalah hubungan antar klien dan konselor haruslah cocok untuk menciptakan perubahan therapeutic.
Ringkasan Pembelajaran
Konselor butuh untuk menyadari motivasi mereka karena hal tersebut mempengaruhi efektifitas mereka.
Harapan para klien sering bertolak belakang dengan tujuan konselor.
Para klien sering meminta saran langsung dan solusi untuk masalah mereka.
Konselor pada umumnya mencoba untuk memberdayakan klien agar mereka dapat menjadi lebih dapat mencukupi diri dan dapat menemukan solusi sendiri daripada bergantung pada saran orang lain.
Kebanyakan konselor menggunakan pendekatan pilah-pilih (eclectic) yang mengambil dari tipe terapi yang paling cocok dengan kepribadian mereka.
Hubungan klien-konselor adalah kunci dalam menciptakan perubahan.
Kamis, 01 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
terimakasih pak atas pemahamannya
BalasHapusTerima kasih pak atas ilmunya :)
BalasHapus